Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Tiap negeri atau bangsa berlainan adat kebiasaannya, demikian arti peribahasa itu. Pesan ini perlui dicamkan agar seseorang lebih berhati-hati dalam bertindak di daerah yang bukan asalnya.
Amir Ali Khan Nawatay ( 50 ), warga Pakistan, dijatuhi hukuman denda delapan kerbau dan delapan gong oleh pengadilan adat di Sabah, Malaysia, Selasa ( 21/7/2020 ). Hukuman itu dijatuhkan atas komentarnya yang menghina kelompok adat setempat, Mei dan Juni lalu. ” Kami ingin ini jadi contoh agar orang lain tak mengulangi hal itu, ” kata Baintin Adun, Kepala Distrik Kota Marudu, yang memimpin persidangan itu.
” Saya mengimbau masyarakat, jika ada kesalahpahaman atau perdebatan, jangan sebut ras orang lain. ” Ras termasuk isu sensitif di negeri multietnis seperti Malaysia. Adun tak mengatakan apa persisnya komentar Amir, pebisnis yang memiliki izin tinggal di Malaysia itu.

Kerbau dan gong secara tradisional dipandang sebagai barang berharga bagi masyarakat adat di Sabah, sehingga dapat digunakan sebagai bentuk pembayaran untuk menyelesaikan sengketa adat atau bahkan mas kawin.

Ras adalah masalah sensitif dan tabu diperbincangkan di multi-etnis Malaysia. Sabah adalah salah satu negara bagian Malaysia yang paling beragam adat istiadatnya. Tidak sembarang orang apalagi orang asing bebas berkomentar yang dinilai melanggar adat. Karena itulah Amir Ali Khan Nawatay diperintahkan untuk membayar denda yang tidak biasa oleh pengadilan penduduk asli di negara bagian Sabah itu, setelah dia mengaku bersalah membuat komentar yang menghina kelompok masyarakat adat pada bulan Mei dan Juni.
Ia hanya mengatakan, rekaman komentar Amir beredar luas di media sosial, membakar kemarahan warga setempat. Amir mengakui kesalahan yang didakwakan padanya. Ia diberi waktu satu bulan untuk membayar denda.
Jika itu tak dipenuhi, denda 4.000 ringgit ( Rp 13,7 juta ), atau 16 bulan penjara, atau gabungan dua hukuman itu, menantinya.
AFP / SAM.
Tinggalkan Balasan