Para ilmuwan mengembangkan cara melacak penyebaran bentuk berbahaya malaria yang tak bisa diobati dengan terapi yang ada. Para dokter di Kamboja melaporkan kegagalan lengkap artemisinin dan piperaquine, obat utama malaria, tahun ini. Penemuan penanda resistensi yang dilaporkan di Lancet itu memungkinkan para ilmuwan untuk melacak ancaman itu.
Para ahli menyatakan, studi itu merupakan satu langkah besar. Resistensi artemisinin telah terjadi beberapa tahun, tetapi menaikkan kasus resistensi piperaquine baru-baru ini menunjukkan, keduanya mulai mengalami kegagalan lengkap sebagai terapi. Kelompok insternasional peneliti menganalisa DNA dari ratusan parasit malaria untuk menemukan cara menghindari resistensi piperaquine.

Pengendalian Malaria di Indonesia masih menghadapi tantangan, khususnya dalam hal pengobatan Malaria, antara lain, beragamnya tatalaksana kasus malaria di semua jenjang pelayanan kesehatan, dan timbulnya resistensi parasit Malaria terhadap anti malaria yang ada, seperti klorokuin dan sulfadoksin pirimetamin.
Mereka menemukan penanda genetik unik dari parasit yang kebal obat. Dr Roberto Amato dari The Wellcome Trust Sanger Institute, Jumat ( 4/11 ) menyatakan, Resistensi itu diam-diam meluas. Masalah dengan kegagalan total terapi utama malaria itu mempercepat penyebaran resistensi obat ke negara lain, terutama Afrika.
Sumber : Kilas Iptek / BBC /EVY.
Tinggalkan Balasan