Buaya adalah binatang rumahan. Mereka biasa hidup di sekitar sungai tempat mereka dilahirkan. Namun begitu perkembangan buaya di wilayah yang berinteraksi dengan manusia dapat berujung pada relokasi binatang reptil tersebut. Menurut perhitungan, gigitan buaya bisa berbobot hampir dua ton – cukup kuat untuk meremukkan tulang atau menghajar lambung kapal.

Hewan predator itu sering terlihat di wilayah-wilayah tropis, misalnya di sebelah timur India, Asia Tenggara, sebelah Australia dan di sejumlah pulau-pulau di Pasifik. Para peneliti di Quensland Australia sebagaimana diungkapkan GeoWeeks menemukan, bahwa buaya-buaya air asin yang direlokasi memiliki  kemampuan luar biasa untuk kembali ke asalnya.

Bahkan sejumlah buaya bisa melakukan perjalanan ratusan kilometer untuk kembali ke rumahnya. Untuk mengikuti pergerakan buaya, para peneliti menempatkan alat pelacak yang diletakkan di belakang kepala buaya. Alat itu memonitor secara konstan lokasi-lokasi tempat buaya-buaya itu berada dan mengukur pergerakan mereka.

Sebagai reptil terbesar di dunia yang belum punah, buaya air asin bisa berenang di laut. Namun, kendati bergerak lamban, buaya jenis ini mampu berkelana dari satu pulau ke pulau lain.

Binatang reptil ini mampu berenang pulang kampung ke perairan di sekitar rumah mereka. Bahkan sampai menyeberang laut terbuka hingga  32 kilometer per hari, buaya sanggup berenang hingga tiba di rumahnya. Seekor buaya yang dijuluki super croc oleh para peneliti bahkan melakukan perjalanan sejauh 400 kilometer dalam 20 hari.

Bagaimana mekanisme navigasi sang buaya, tidak diketahui tim peneliti. Seperti halnya binatang lain yang memiliki naluri rumahan seperti burung, hiu dan lobster, mereka kemungkinan memanfaatkan kombinasi faktor-faktor seperti cahaya, bau, medan magnet dan tengara.

Memiliki nama ilmiah crocodylus porosus, buaya air asin ini bisa tumbuh hingga 7 meter dan berbobot lebih dari 1.000 kg. Tak heran bila reptil itu termasuk hewan raksasa yang disegani sesama penghuni laut.

( GeoWeeks ).