Ketika shooting film usai tiba giliran Laboratorium Film memproses seluruh exposed film yang diperoleh saat mengambil gambar di lapangan. Exposed film diserahkan Asisten Juru Kamera kepada petugas Laboratoriom Film. Setiap reel film yang ada dalam kaleng, selalu disertai catatan mengenai pemakaian asa film, day or night saat pengambilan gambar di lokasi shooting. Juga catatan ringkas isi adegan film yang telah di shot.
Semua catatan itu diperlukan petugas laboratorium film untuk menentukan final prosesing film ketika film sudah selesai diedit. Catatan itu juga diperlukan untuk membuat master print, lengkap dengan titel film, efek transisi gambar dan pencahayaan, juga jalur suara apakah memakai magnetic stripe atau optic pada sisi film. Bila memakai film reversal Kodak atau Fuji, gambar langsung dapat dilihat begitu selesai prosesing di laboratoriom film sehingga bisa langsung di edit gambarnya.
PROSESING FILM.
Kini saatnya semua reel film hasil shooting diproses seluruhnya di Laboratoriom Film. Semua gambar hasil shooting masih belum dikoreksi warnanya. Sementara pita suara dalam waktu bersamaan di transfer ke format 16 mm dari ukuran 1/4 inch oleh petugas Juru Suara. Pada umumnya materi film adalah negative karena khusus diperuntukkan features, dokumenter, musik dan sebagainya. Sedangkan jika diperuntukkan news, maka materi film adalah reversal colour karena selesai shooting langsung diproses film nya dan gambar bisa dilihat saat itu juga.
Biasanya shooting film memakai materi film negative Kodak dan Fuji. Prosesing film di Laboratoriom Film melalui tahapan sebagai berikut ini:
1. Film hasil shooting lalu diproses ke negative lebih dulu (seperti klise pada foto).
2. Selesai proses negative film lalu dicetak menjadi positif sebagai bahan editing film. Film positif ini disebut work print atau rush copy one colour karena dengan film inilah editor memotong dan menyambung film. Film ini boleh dicoret, dipotong lalu disambung kembali. Sementara master negative film tetap utuh dan akan dipotong-potong ketika proses editing selesai oleh petugas laboratoriom film.
Apabila editor memerlukan print ulang maka master negative inilah yang dicetak ulang dalam bentuk film positif. Disebut positif karena film ini belum dikoreksi pewarnaan juga pencahayaan oleh petugas laboratorium film. Jadi masih satu warna ( one colour ) karena hanya dipakai untuk bahan editing film saja.
MENYUNTING FILM ( EDITING FILM ).
Setelah proses negative selesai dan film dicetak positif maka tugas selanjutnya adalah menyunting. Menyunting adalah memilih gambar yang OK dan Not OK lebih dulu. Dengan menyamakan gambar dan suara di mesin editing steen back 16 mm, maka proses editing berlangsung. Setiap potongan gambar dan suara yang sudah sinkron lalu dikasih tanda “mark in” sebagai tanda awal sebuah shot dan “mark out” sebagai tanda akhir shot.

Counter mencakup jam, menit, detik dan frame yang bekerja pada mesin editing film steanback dengan speed 25 frame per detik. Foto images.
Agar file gambar yang sudah sinkron ini nanti mempermudah kerja Editor Film dalam menyambung gambar dan suara, maka perlu diberi nama file misalnya Close Up Ani, Scene 6 hasil edit sementara, LS Candi Prambanan dan sebagainya. Terserah penamaan file ini ditulis yang penting file gambar dan suara ini mudah diingat Editor. Kalau Anda sudah familiar dengan menulis blog, saat men-save gambar photo di komputer, akan ada lembar yang terisi kolom kosong tempat mengetik nama file, lalu klik save. Begitulah analogi penulisan nama shot di editing film sama juga dengan memberi nama file yang disave di komputer.
Adakalanya ketika editing gambar dan suara, urutan adegan yang disunting tidak urut alias ngacak. Bisa scene ( adegan 40 ) diedit lebih dahulu lalu mengedit adegan 25, adegan 01 balik lagi ke adegan 35 dan seterusnya. Yang penting setiap scene yang sudah diedit diberi nama file yang jelas berikut deskripsi tulisan misalnya SQ (sequence 37 OK).

Detail dari mesin editing film 16 dan 35 mm dimana jalur film dan suara terpisah reel nya. Sinkronisasi gambar dan suara dikerjakan di mesin editing ini. Foto Images.
Apabila editing gambar sudah selesai keseluruhan maka diedit pula narasi, musik, efek suara seperti bunyi kicau burung, desiran angin, gemericik air sungai juga dubing narasi ( mengisi narasi audio ). Penempatan titel film berikut nama pemain dan kerabat kerja juga dilakukan di editing film. Capek juga ya? Tentu saja. Bisa juga pada saat editing, yang diedit gambar saja, baru nanti dipasang musik dan narasi atau diberi effek suara agar film terkesan dramatis.
Suara film berupa efek suara semisal bunyi petir menggelegar, ombak di laut, kicauan burung di hutan, hujan turun dan deritan rem mobil yang direm mendadak bisa ditempatkan di jalur efek sebagai trak 3. Trak 1 berisi original suara pemain, sementara trak 2 berisi musik. Kalau diperlukan trak 4 bisa dibuat sebagai trak cadangan yang berisi narasi film ini yang suaranya direkam lebih dulu pada saat proses editing film sedang berlangsung.
Bicara sound track di editing film, analoginya kalau di editing komputer, track audio dan gambar adalah time line yang membujur dari kiri ke kanan dan bisa ditarik panjang sampai mentok. Time line inilah tempat kita memasang gambar dan suara yang diambil dari file gambar ( karena suara sudah menyatu otomatis di gambar ). Cara menempatkannya adalah dengan drag and drop tepat di garis time line editing komputer.
Apabila proses merakit film beserta semua unsur suara yang menyertai film ini selesai dilakukan, maka pekerjaan berikutnya adalah mixing gambar dengan suara di ruang mixing audio. Di ruang mixing ini ada proyektor film 16 mm berikut seperangkat mixing audio film. Original sound hasil editing di-mixing dengan effek suara, narasi, musik dan narasi ( komentar ).

Hasil akhir negative cutter sebagai master film lengkap dengan titel dan kerabat kerja. Dari master negative inilah copy film dicetak untuk didistribusikan ke gedung bioskop atau media televisi.
Selesai mixing audio maka hasil akhir audio ini disebut final mixing yang berisi gabungan suara baik narasi, musik, dialog atau efek suara yang sudah menyatu dalam 1 pita ukuran 16 mm. Final mixing 16 mm ini lalu ditransfer kembali ke format 1/4 inchi. Setelah mixing audio selesai maka film dan pita 1/4 inchi final mixing lalu dibawa kembali ke laboratorium film untuk menjalani proses akhir yaitu memotong master negative film, sekaligus mentransfer final sound 1/4 inc ke jalur suara optic. Sedangkan master final mixing sound 16 mm disimpan di ruangan dokumentasi suara film.
Proses memotong negative film ini memang dilakukan manual oleh petugas negative cutter. Petugas mencocokkan satu persatu gambar negative film dengan film positif yang telah diedit. Berdasarkan edge number di film positif inilah film negative dipotong dan disambung persis urutan gambar yang terdapat di film positive. Begitu seluruh negative cutting selesai dikerjakan maka tiba saatnya pita suara 1/4 inchi final mixing dicetak dalam ukuran 16 mm dan disatukan dengan gambar dalam satu jalur suara baik optik maupun magnetic sound.
Hasil penyatuan gambar dan suara baik optik ataupun magnetic dalam satu film negative, disebut release print lengkap dengan titel film, nama pemain serta kerabat kerja pendukung produksi. Release print ini bisa disebut induk ( master negative atau release copy ). Dari induk inilah film dicetak berulang-ulang untuk didistribusikan ke berbagai pemesan. Anda tertarik membeli 1 copy film ini? Silakan hubungi laboratorium film lebih dahulu.
Nov 07, 2018 @ 17:10:05
Kangen deh pingin beli film 16mm versi film
film sekarang.. Kalaw ada link boleh dong saya mau ni….0812-1041-2432
Nov 12, 2018 @ 02:37:25
Kalau Anda tinggal di Jakarta, coba saja datang ke PFN di Otista Jakarta Timur, atau ke Inter Studio di Ragunan Jakarta Selatan. Mungkin kedua lembaga tersebut masih ada stok film negative atau reversal 16 mm yang setahu saya sampai saat ini masih dipakai untuk membuat film dengan materi film 16 mm. Atau datang saja ke IKJ jurusan sinematografi di Cikini Raya Jakarta Pusat. Salam….
Jan 30, 2012 @ 08:57:02
Ternyata memang susah ya membuat film itu, secara keseluruhan maksudnya, padahal sebelumnya saya sering meng-kata-i sebuah film se-enak udel. Tapi kadang beberapa film memang layak di kata-in sih. 🙂
Jan 30, 2012 @ 09:01:50
Orang film terbuka untuk segala kritik membangun demi peningkatan mutu film yang dibuatnya. Terima kasih Mas atas kunjungannya. Salam…
Feb 01, 2012 @ 07:51:23
Sangat disayangkan memang, dalam proses teknisnya begitu rumit nan sulit, tapi dasar kisah filmnya ternyata dibuat dengan motivasi yang dangkal dan asal jadi, alias kejar setoran.
Jan 28, 2012 @ 15:15:13
hmmm…..masih penasaran dari artikel sebelumnya…, saya belum mudeng nih tentang pengambilan gambar dan suara dilakukan oleh dua alat yang berbeda??
Dalam dunia proses editing secara digital, software apa yang digunakan??
lalu format digitalnya dalam bentuk AVI atau apa?
maaf sudah merepotkan 🙂
salam
Jan 30, 2012 @ 09:49:55
Maaf agak terlambat saya jawab. Memang kalau tidak melihat sendiri jalannya shooting film apakah dengan format 16 atau 35 mm agak susah mencernanya. Namun sebagai panduan gampangnya saja, bahwa pengambilan gambar dan suara dalam shooting acara televisi dimana materi yang digunakan untuk merekam gambar di era tahun 60 hingga tahun 90, adalah film negative colour, reversal colour atau black white. Jika acara yang ingin dibuat berupa drama/sinetron maka peralatan yang digunakan adalah kamera film tempat merekam gambar dan nagra tempat merekam suara.
Kedua alat ini terpisah. Artinya ada dua orang operator yang menjalankan peralatan ini bekerja, yaitu kameraman film dan sound film alias juru suara film. Kameraman menghandle kamera film merekam gambar dan menyimpan hasil rekaman dalam sebuah kaleng film panjang 30 feet, 100 feet atau 400 feet. Film yang sudah berisi data rekaman gambar disebut exposed film. Sedangkan juru suara film merekam suara dengan peralatan disebut nagra. Hasil rekaman suara disimpan dalam pita 1/4 inchi ( recorded ) dan nantinya ditransfer ke pita suara 16 mm saat penyuntingan gambar dan suara di kamar editing film.
Karena menggunakan peralatan perekam terpisah yaitu kamera dan nagra, maka disebut perekaman film double system. Baik single system dan double system sudah dibakukan cara kerjanya di bidang perfilman saat itu.
Kebalikan dari double system, adalah single system dimana dalam sebuah kamera film sudah dilengkapi pula dengan alat perekam suara. Pada umumnya film yang digunakan untuk merekam gambar single system, adalah reversal colour dengan magnetic stripe menempel di sisi film. Film hasil rekaman versi single system ini begitu selesai diproses di laboratoriom gambar sudah terlihat dan langsung diedit seperlunya untuk segera disiarkan. Misalnya acara pidato kenegaraan.
Untuk mempermudah pemikiran Mas Budi, seandainya Anda punya kamera video (came coder atau handycam ) di rumah, pada saat anda merekam gambar, otomatis suara juga akan terekam dan menempel jadi satu di pita kaset. Merekam gambar ini anda khan sendirian tho? Anda tidak perlu melibatkan petugas juru suara. Karena anda sebagai kameramen juga merangkap sekaligus sebagai juru suara saat merekam gambar. Otomatis suara sudah menyatu dengan gambar dalam pita dan siap diedit bila diperlukan editing. Inilah yang disebut single system hanya materi yang digunakan adalah kaset video. Kamera video sudah dilengkapi dengan mikrophone yang menempel di bodi kamera.
Nah ke masalah editing secara digital,yang menggunakan kaset digital betacam sebagai bahan bakunya, maka digunakan meja editing digital meja buatan Sony dengan 1 player dan 2 player sekaligus recorder dan recorder ketiga adalah khusus menyimpan data editing digital. Jadi di ruang editing ini ada 3 peralatan video, yaitu tempat playback kaset hasil shooting sebanyak 2 buah dan 1 buah video recorder.
Lanjut ke proses editing secara digital betacam pada umumnya sudah tersedia pada editing komputer dengan sowfware adophe premier versi lama dan versi terbaru. Kalau untuk rumah tangga biasa memakai ulead pun atau pun pinecle sudah bagus hasil editingnya. Format digitalnya karena materinya dari pita kaset digital betacam buatan Sony, maka hasilnya adalah formal digital betacam dalam bentuk kaset digital. Format digital kaset ini hasil transfer dari editing komputer ke tape ( kaset ) sebagai materi bahan siaran.
Pada saat siaran, materi hasil editing ini ( format kaset digital betacam ) dicapture kembali ke komputer di ruang pengendali siaran yang selanjutnya di on-air kan ke penonton di rumah.
Maaf kalau bentuk AVI saya belum mencobanya dan kurang familiar. Semoga memuaskan jawabannya sebatas apa yang telah saya ketahui dan praktekkan saat menjadi editor film, elektronik dan komputer.
Jan 28, 2012 @ 06:49:33
waw, baru ini saya baca tentang proses tersebut mbak.. sebagai orang awam, saya cuma bisa bilang keren.. seru kali yaa kalo terlibat disana.. hehe 😀